Jumat, 27 Mei 2011

Penghitungan sistem couter

0 komentar
PI saya membuat penghitungan waktu counter,alat ini rencananya akan di gunakan di tempat pameran-pameran,karena alat ini berfungsi sebagai pendeteksi berapa banyak pengunjung yang datang,sehinga kita tidak perlu menghitung satu persatu pengunjung yang datang..mudah-mudahan PI saya lancar.amin dosen pembimbing saya adalah pak robi,dia banyak membantu saya dalam hal penulisan maupun dalam pembuatan alat,,banyak kesulitan si dalam membuat alat PI ini tapi saya yakin saya pasti bisa,..mudah-mudahan PI saya lancar doakan ya.semoga alat PENGHITUNGAN WAKTU COUNTER jadi tepat waktu.

Buku kisah cinta seorang wartawan

0 komentar

Di antara puluhan buku maupun kumpulan tulisan yang pernah ditulisnya, Belahan Jiwa adalah buku yang paling memperlihatkan sisi romantis Rosihan Anwar. Buktinya, kata-kata seperti "sayang", "cinta" dan "salam manis" untuk Zuraida Sanawi, istrinya, bertebaran dalam buku ini.

Rosihan mengenal Ida, begitu panggilan akrab Zuraida, ketika keduanya bekerja di surat kabar Asia Raja. Awalnya hubungan mereka sebatas menyangkut pekerjaan. Tetapi garis tangan telah membawa mereka pada hubungan cinta.

Menurut Rosihan, keseriusannya membina hubungan dengan Ida tidak terlalu mulus. Pasalnya, ibu Ida mempertanyakan kesiapan Ida menerima Rosihan yang kala itu bekerja "hanya" sebagai wartawan.

Rosihan mahfum dengan pendapat calon mertuanya itu. Ia yakin, kebimbangan itu bukan didasarkan pada ketidaksukaan terhadap Rosihan, namun karena ia ingin Ida hidup bahagia. Ini wajar, sebab secara finansial, profesi wartawan saat itu tidaklah menjanjikan.

Dalam sebuah suratnya Ida menegaskan bahwa ia mau menerima Rosihan. Ia tahu benar konsekuensi-konsekuensi menjadi istri wartawan. Namun, dalam pandangan Ida, Rosihan adalah wartawan yang istimewa, itu alasannya ia mau menjadi istrinya.

Dalam buku ini memang dilampirkan sejumlah surat yang menunjukkan bagaimana korespondensi Ida dengan Rosihan. Kata-kata cinta yang sederhana plus cerita lain mengenai sahabat, kerabat dan lingkungan kerja, adalah ciri-ciri surat yang ditulis mereka.

Menariknya, dalam buku ini Rosihan tidak semata mengisahkan perjalanan cintanya, namun juga menuliskan sejumlah peristiwa sejarah. Inilah yang agak sulit untuk dihindari oleh Rosihan yang "berdarah" wartawan itu.

Dalam buku ini misalnya, Rosihan menuliskan peristiwa di kediaman AH Nasution pada saat terjadi G30S tahun 1965. Hal ini diceritakannya karena ia melihat sendiri kejadian tersebut secara “live”. Untuk diketahui, kediaman Rosihan kala itu berada di depan rumah AH Nasution. Baru keesokan harinya ia mengetahui secara lengkap apa yang sebenarnya telah terjadi.

Buku ini disusun oleh Rosihan setelah Ida tutup usia pada 5 September 2010. Dari buku ini terlihat bagaimana terpukulnya Rosihan setelah Ida meninggal dunia.

Bahkan anggota keluarga Rosihan harus berkali-kali memperingatkannya untuk tidak terus-menerus tenggelam dalam duka. Life must go on, begitu selalu disampaikan oleh anak-anaknya kepada Rosihan.

Lalu apa yang mendorong Rosihan menuliskan memoar ini. Bagi Rosihan menuliskan memoar adalah sebuah permohonan maaf sekaligus koreksi atas kesalahannya kepada Ida di masa lalu.

Seingat Rosihan, stres, tekanan pekerjaan, ancaman breidel, hingga situasi politik yang tidak menentu, kerap membuat dirinya ogah bicara kepada Ida. Ini yang diselali Rosihan. Tetapi Ida tidak melakukan protes, sebaliknya ia diam dan mengurus pekerjaan rumah seperti biasa. Itulah ekspresi cinta Ida yang besar terhadap Rosihan.

Buku ini bagaikan sebuah epilog dalam perjalanan hidup Rosihan. Sebuah epilog tentang cinta dan kesetiaan. Di sini Rosihan telah menyampaikannya dengan sangat indah